Bertengkar untuk Membangun
Bertengkar itu Wajar
Image by Ryan McGuire from Pixabay |
“Mengatasi pertengkaran dengan bijak”
Sebelum lebih
lanjut, penting untuk kita menyadari bahwa:
“Cinta bukanlah pilihan yang mudah, melainkan pilihan yang sulit – ketidak-perdulian adalah pilihan yang mudah”
(Lukas O. W.)
Karena itu banyak pasangan yang
memilih untuk berpisah, bercerai, atau sekedar tidak mau ketemu satu sama lain lagi.
Karena itu pilihan yang gampang. Menghindari pertengkaran.
Mengapa hal itu sering dilakukan?
Karena akibat pertengkaran adalah
kita menjadi tidak bahagia, Kehilangan damai sejahtera,
situasi jadi tidak enak, bahkan jika tidak selesai
dengan baik dapat menjadi luka hati.
Pertengkaran tidak harus menjadi sesuatu yang kita hindari, bahkan saya ingin mendorong saudara hari ini untuk menghadapi pertengkaran.
Karena
sesungguhnya pertengkaran
dapat berdampak sangat positif, membangun kehidupan kedua-belah pihak menjadi
lebih baik.
Jangan biarkan pertengkaran meruntuhkan kita relasi yang tidak kita bangun dengan
mudah!!!
Caranya? Kita
perlu mengerti dahulu beberapa hal berikut:
#1 Penyebab Pertengkaran
A. Egoisme
Banyak pasangan yang sudah menikah hendak bercerai, karena
alasannya: karena kami sudah berbeda.
Wow!!!
Dari sebelum menikah juga SUDAH berbeda!!! Satu pria, dan
satu wanita! Beda! Kok baru sadar sekarang?
Sebenarnya bukan baru sadar sekarang, tetapi egoisnya baru
keluar aslinya sekarang.
Egois, seringkali berarti:
= berbeda keinginan. A
atau B. atau,
= siapa yang duluan? Saya atau kamu?
Hal seperti inilah yang menyebabkan pertengkaran terjadi.
Kasih itu adalah memberi, bukan mendapatkan. Jika hal ini kita sadari dengan benar, maka egois
tidak pernah ada di dalam tindakan kasih kita.
B. “Asumsi”
Persiapan menikah seringkali hanyalah persiapan pesta
pernikahan. Bukan persiapan menjalankan
pernikahan setelah pesta pernikahan.
Kita menjadi percaya kepada ilusi bahwa jika pesta
pernikahannya sempurna, maka pernikahannya akan menjadi sempurna. Betulkah?
Itu namanya asumsi.
Anggapan.
Dalam kenyataannya, bahkan dalam pesta pernikahan seringkali
terjadi kesalahan-kesalahan.
Lalu apa karena dalam pemberkatannya atau dalam resepsinya
ada sesuatu yang berjalan salah, maka kehidupan pernikahannya juga pastilah
akan berantakan?
Apakah itu merupakan pertanda?
Asumsi seringkali membuat hubungan kita
dengan orang yang kita kasihi menjadi bermasalah.
Ilustrasi:
- istri masak keasinan = mau menikah lagi?
- suami pulang malam terus = selingkuh?
Ketika asumsi jadi pertengkaran, seringkali jadi lucu, kita
hanya dengan lugu menjawab: aku kira.. aku sangka..
makanya jadi
marah.
Mari, jangan berasumsi.
Milikilah data sebelum bertengkar.
Itu jauh lebih baik. Kekeliruan
menjadi lebih jelas dan pemulihan dapat menjadi lebih cepat.
C. Fokus pada Ketidak-Sempurnaan
Mudah untuk bertengkar ketika kita terus fokus kepada ketidak-sempurnaan dari pasangan.
Cobalah menuliskan 10 hal yang tidak sempurna, yang salah,
dari pasanganmu!
Waktu pacaran? Waktu konseling pernikahan? Seringkali susah cari hal yang tidak
disuka. 5 saja? Susah!
Setelah menikah? Bisa dapat 15-20, dalam 5 menit!
Tidak ada orang yang benar-benar sempurna. Adalah jalan buntu kalau kita terus berfokus
pada kelemahan pasangan kita.
#2 Bertengkar untuk Membangun
Jika bisa tidak bertengkar, tentu lebih baik. Jika harus bertengkar, maka kita perlu sikapi
dengan baik. Sehingga pertengkaran akan
berguna untuk saling membangun, bukan untuk saling melukai.
Bertengkar untuk membangun dapat terjadi jika kita memiliki dasar
hubungan yang penuh kasih. Yaitu suka:
(1)
Memberi Nasihat
Kebenaran kadang menyakitkan.
Sehingga akibatnya kadang kita menjadi ragu
untuk menyampaikan kebenaran
kepada pasangan kita, kuatir
pertengkaran terjadi. Kuatir hubungan
baik terganggu.
Tetapi melihat
orang yang kita kasihi terus melakukan sesuatu yang merusak dirinya juga bukan
pilihan. Kebenaran tetap harus
disampaikan.
Maka, sangat penting untuk memberi nasihat dalam
bentuk:
= bukan makian atau ejekan.
Kosa kata makian atau ejekan tidak digunakan dalam hubungan dengan mereka yang kita kasihi.
= bukan nasihat yang menjatuhkan, tetapi membangun.
= penyemangat, pendukung, membuat diri merasa nyaman.
(2)
Memberi Penghiburan
Ketika
ada sesuatu yang salah, ketika kegagalan terjadi.
= bukan waktunya untuk menyalahkan. Bukan waktunya untuk menegaskan “Kan sudah ku
bilang”.
Kegagalan sudah menyakitkan, kata-kata sudah bilang akan
terasa tambah menyakitkan. Tidak ada
gunanya sama sekali.
Berikan hiburan dan penyemangat lewat
kehadiran kita, bahkan hadir dalam keheningan seringkali sudah lebih dari cukup.
Kehadiran kita di masa-masa buruk adalah bukti cinta yang
paling dalam.
#3 Mengatasi Pertengkaran
Mulai dengan
sadari bahwa engkau sendiri tidak sempurna.
Akan lebih mudah untuk mengasihi, kalau dimulai dari
kesadaran bahwa kita sendiri tidak sempurna.
Dan kerendahan hati seperti ini membuat kita
dapat bertanya apa yang salah juga
dengan diriku?
Karena sesungguhnya butuh dua orang untuk bertengkar.
Kalaupun bagianmu dalam pertengkaran hanyalah 5%, maka kita
lihat yang 5% itu, dan perbaiki.
Apakah itu sekedar cara kita bereaksi?
Apakah itu sekedar nada suara kita ketika lelah yang tanpa
disadari menjadi tinggi?
Di Akhir
Pertengkaran: Jadikan yang Utama, tetap yang Utama
= Cinta lebih
penting daripada pertengkaran.
Jangan sampai lupa! Ingatlah bahwa istri/suami bukanlah musuh, tetapi partner
hidup.
Baca JUGA: Berbeda Bukan Berarti Tidak Cinta
0 Comments:
Posting Komentar